Kala itu
Sore itu, kala aku masih setia dengan langit oren menikmati senja. Pantulan matahari yang hendak pulang terlukis indah di atas permukaan air danau yang tenang.
Aku merasa seperti ada yang berjalan ke arahku. Jauh dari arah selatan aku melihat samar seorang perempuan, langkah kakinya tanpa suara menuju ke arahku, angin meniup mesra kerudung merah mudanya.
Semakin dekat aku mulai mengenalinya, perempuan dengan senyuman yang selalu ia jaga dari dulu. Senyuman tulus yang membuat nyaman mata memandang.
Tanpa ada kata ia kemdian duduk di sampingku. Ia berkata, "aku memang tak seindah senjamu, tapi aku punya perasaan untuk mendengar keluh kesahmu."
Baru kali ini aku mendengar kalimat seindag itu, terucap dari perempuan sang pemilik senyum tulus.
Belum sempat aku balas, tiba-tiba keadaan di sekelilingku berubah, senja yang aku tatap berganti langit-langit kamar. Perempuan itu pun menghilang entah lewat arah mana ia pergi.
Hm, ternyata ini semua hanya mimpi.
Aku merasa seperti ada yang berjalan ke arahku. Jauh dari arah selatan aku melihat samar seorang perempuan, langkah kakinya tanpa suara menuju ke arahku, angin meniup mesra kerudung merah mudanya.
Semakin dekat aku mulai mengenalinya, perempuan dengan senyuman yang selalu ia jaga dari dulu. Senyuman tulus yang membuat nyaman mata memandang.
Tanpa ada kata ia kemdian duduk di sampingku. Ia berkata, "aku memang tak seindah senjamu, tapi aku punya perasaan untuk mendengar keluh kesahmu."
Baru kali ini aku mendengar kalimat seindag itu, terucap dari perempuan sang pemilik senyum tulus.
Belum sempat aku balas, tiba-tiba keadaan di sekelilingku berubah, senja yang aku tatap berganti langit-langit kamar. Perempuan itu pun menghilang entah lewat arah mana ia pergi.
Hm, ternyata ini semua hanya mimpi.
Komentar
Posting Komentar