Kopi Hitam dan Moccacino

Kau dangan kopi hitam pekat tetap memikat. Berbincang denganmu seperti memasuki perpustakaan dengan jutaan buku di samping sungai dengan burung-burung yang berhenti berkicau. Aku belajar kepadamu bagaimana membaca kehidupan ini dari sisi yang tepat.

Setiap sruputan kopimu seperti meneguk teori-teori yang nantinya kau lemparkan kepadaku dengan begitu rumitnya. Tapi bagaimana rumitnya teori selalu masuk akal jika keluar dari mulutmu itu. Aku heran bagaimana caramu berproses.

Apakah semua berawal dari kopi hitam pekatmu?

Jika saja mesin waktu memang ada, aku ingin pergi ke masa mudamu. Belajar bagaimana kau berproses, karena kau tak pernah mau menceritakan dapurmu. Kau selalu menghidangkan masakan yang siap aku santap.

"Bah sejak kapan menikmati kopi hitam?" Tanyaku penasaran.
"Tak tahu pastinya, buat apa pula kau tanya semacam itu?" Jawabnya. 
"Apa sekarang bertanya sudah ada mana yang boleh atau yang tidak?". Balasku
"Aku mulai mengenalinya dari kecil, bapak sering membuat kopi setiap pagi dan petang." Jawabnya dengan mimik yang seakan sedang mengenang masa kecilnya. Kalau sudah seperti itu, aku memilih diam, karena biasanya ia akan bercerita panjang lebar.
"Biasanya bapak menikmati kopi dengan membaca buku-buku tebal yang selalu berganti setiap minggunya." Benar saja ia meneruskan bercerita.

Hamdan Cha | Kopi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Cara Jatuh Cinta Pada Buku

Ketika Sepi

Introspeksi