Dunia Simulasi Generasi Z : Pola Hidup Remaja Millenial

Generasi Z adalah sebutan untuk orang-orang yang lahir pada era 1995 sampai 2014. Pada generasi ini mengalami pertumbuhan teknologi yang semakin berkembang, bahkan maju. Teknologi tidak bisa lepas dari kehidupan mereka. Mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu, seperti ngetweet, browsing dan mendengarkan musik.

Generasi Z atau lebih mudah disebut Gen-Z sudah akrab dengan teknologi canggih sejak dari kecil. Anak-anak sudah dapat memegang gadget semaunya. Remaja hari ini belum sempurna jika ia tidak memiliki akun media sosial seperti facebook, instagram dan twitter. Melalui akun media sosialnya apa pun mereka bisa temukan. Gaya hidup sehari-hari ala selebritis dapat mereka ketahui dengan mudah. Pada akhirnya gadget denga media sosialnya mengubah pola pikir remaja Gen-Z.

Kontruksi Pola Pikir
Internet dan media sosial dengan segala kekuatannya berhasil menampilkan apa saja yang remaja hari ini cari. Mulai dari pengertian istilah-istilah sampai tata cara melakukan sesuatu. Gaya hidup dan gaya berpenampilan pun tak lepas dari pengaruh internet. Apa yang dikenakan idolanya akan terlihat bagus, sehingga pengertian bagus adalah apa saja yang dikenakan sang idola.

Pengertian istilah-istilah pun lebih mudah dicari lewat internet, dari pada harus jauh-jauh ke perpustakaan dan membaca buku yang menghabiskan waktu berjam-jam. Sayangnya informasi yang didapat dari internet banyak yang tidak jelas sumbernya dari mana. Karena semua orang bisa mengakses dan membuat opini sendiri-sendiri.

Opini yang Gen-Z terima dari internet berhasil menggiringnya kepada apa yang diinginkan si pembuat opini. Tanpa pikir panjang, mereka mengamini bahkan menyebarluaskan kembali melalui akun media sosialnya. Nanti hasil share itu dibagikan lagi oleh Gen-Z berikutnya. Hingga kasus hoax pun bermunculan dimana-mana.

Baca Juga: Bagaimana Generasi Millenial Menikmati Kemerdekaan?

Apatis yang Hedonis
Kecenderungan pada gadget, menjadikan Gen-Z seorang apatis. Ia kurang peduli dengan dunia nyatanya, ia lebih asyik dengan dunia maya tanpa harus pergi kemana-mana. Gen-Z akan membuka youtube ketika mengalami kebingungan, padahal ada teman atau pun tetangganya yang bisa mengatasi permasalahan itu.

Orang-orang sudah mulai meninggalkan kebiasaan saling tegur sapa. Ketika tersesat sekali pun ia lebih memilih bertanya kepada google maps dari pada masyarakat sekitarnya yang jelas lebih tahu pojok-pojok daerahnya. Dalam hal berbelanja pun mereka tak perlu keluar jauh bertemu orang-orang, cukup lewat gadget dengan aplikasi online shop nya sambil tiduran dalam kamar.

"Selain apatis, Gen Z juga cenderung menjadi hedonis. Ia cenderung asyik sendiri, ingin merasakan kebebasan tak peduli apa yang ia lakukan itu mengganggu orang lain atau tidak. Mereka beranggapan bahwa kesenangan atau kenikmatan adalah tujuan hidup yang utama. Tujuan itu mereka dapatkan dengan berbagai macam cara."

Kesenangan seringkali didapatkan dengan gaya hidup berfoya, besar pasak daripada tiang. Gen-Z sering menghabiskan uang untuk berbelanja di online shop meski sebenarnya kebutuhan mereka sudah terpenuhi. Penampilan mewah yang dikontruksi oleh internet membuat GenZ sering berbelanja bergonta-ganti gaya pakaian.

GenZ yang hedonis akan beranggapan bahwa uang adalah segalanya. Uang bisa memfasilitasi dirinya untuk bisa mewujudkan semua keinginan. Bahkan mereka akan  berani untuk bertindak kriminal atau melanggar hukum dan norma-norma yang sudah ada. Dengan sendirinya terbentuk mentalitas yang berani melakukan apa saja.

Baca Juga: Fenomena Hijrah dan Perkembangannya

Simulasi Belaka
Melihat semua itu, kita sebagai Generasi Z haruslah faham bahwa internet dengan segala kekuatanya bisa mengkontruksi pola pikir kita. Kebenaran kita hari ini seringkali sebenaranya adalah kebenaran orang lain. Kata keren yang kita pakai adalah kata keren milik orang lain. Kita tak peduli lagi dimana kaki kita berpijak, padahal setiap tanah punya tekstur beda dan beda pula tanaman apa yang cocok dengannya.

Harus kita sadari bersama, kecanggihan teknologi harus kita manfaatkan dengan penuh kebijakan. Jangan sampai melupakan dimana kita hidup, ada siapa saja di sekelilig kita. Bagaiamana cara hidup kita bukanlah menurut google, ada adat dan norma yang meski kita jaga. Kebenaran tidaklah tunggal, benar menurut kita belum tentu benar menurut mereka, begitu pun sebaliknya. Jadi dimana kaki berpijak, disitu langit dijunjung.

Hamdan Cha | Pola Hidup Remaja Millenial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Cara Jatuh Cinta Pada Buku

Ketika Sepi

Introspeksi