Terima Kasih Malam
Terima Kasih Malam
Waktu berganti setiap detik membawa perubahan rasa kepada jiwa yang
hidup. Manusia dibekali kemampuan menyesuaikan diri dari bangun tidur hingga
terlelap lagi. Kebanyakan mereka bekerja beriringan dengan matahari, berangkat
ketika terbit dan pulang ketika tenggelam, tentunya karena ada kewajiban yang
harus dijalankan saat itu. Berbeda dengan diriku beberapa tahun belakangan ini,
setelah lulus kuliah menjadi sesuatu yang langka untuk hidup dengan matahari.
Aku memilih hidup
di tengah malam di saat orang lain terlelap karena siang yang melelahkan. Saat ufuk
fajar terbit tubuh sudah meminta beristirahat, akhirnya aku masih terlelap
ketika yang lain baru memulai hari, sarapan pun menjadi sesuatu yang hilang. memilih
tidak hidup pagi karena bosan melihat orang lain sibuk sedangkan aku tanpa kegiatan.
Alasan lain adalah karena jiwa yang ada dalam diri lebih nyaman dengan
kesepian.
Sepi adalah inspirasi tanpa gangguan
kanan-kiri. Dalam sepi banyak hal bisa aku renungkan, mulai dari penyesalan di
belakang hingga harapan di masa depan. Sepi mendukung hobi membacaku dan
sedikit menulis dari apa yang aku dapatkan dari peristiwa dan bacaan. Beberapa
karya terlahir di tengah kesepian malam, mulai tulisan ilmiah semacam opini
hingga mencoba menulis esai tentang kehidupan meski berat. Bahkan tujuh puluh
persen skripsiki ditulis dengan rembulan, bukan matahari.
Selain menulis dan membaca, youtube sering
menemaniku hidup di malam hari. Mulai dari meihat berita, ceramah ilmiah,
hinggan hanya untuk mendengarkan musik. Kemudian satu teman mengenalkanku
kepada dunia game mobile. Singkatnya aku sempat candu game, sampai pernah
beberapa hari malamku hanya ada game, tanpa bacaan dan tulisan.
Pada suatu malam di hari sabtu, di tengah
kesenanganku bermain game ada pesan masuk via whatsapp muncul, dari seorang
perempuan yang ingin aku biasakan, “Mau telpon dong, sibuk nggak?” kesenangan
bermain game sirna, tetapi bingung mau balas whatsapp apa. Belum sempat aku
balas dia kirim pesan lagi, “Apa sudah tidur, nggak mungkin banget nggak sih.” Pesan
kedua masih belum aku balas, sepuluh menit kemudian dia kirim pesan lagi, “PENTING,
PLEASE……” Kemudian lima menit kemudian aku balas santai, “Sory baru buka hp.” Ia
langsung menelepon.
Dalam percakapan itu ia menanyakan tulisan di
blog pribadiku. Tulisan series yang berisi cerita bagaimana awal aku
mengenalnya hingga berjuang untuk melupakannya. Tulisan yang tidak aku harapkan
akan dibaca oleh dia yang ada dalam cerita. Aku jawab iya tanpa berharap
apa-apa. Dia terlalu berjasa untuk diabaikan, tetapi mengharapkan hidup
dengannya aku rasa cukup berlebihan. Berharap tidak memberikan beban, aku
simpan semua tulisan itu dalam draft. Dia yang membuatku mulai berani
melihatkan tulisanku kepada dunia, dia juga yang membuatku takut untuk menulis
lagi.
Semenjak itu tulisanku tak sebanyak dulu pada
awalnya, namun karena sudah menjadi kesukaan maka beberapa tulisan lahir dan
diterbitkan. Aku tidak membencinya, karena membencinya adalah alasan aku
menjadi pengecut untuk tidak berani menulis lagi. Apalagi pesannya yang masih
aku ingat adalah “Tetap menulis untuk siapapun.” Aku mencoba menulis lagi dan semua
tulisanku lahir di malam hari.
Dalam satu siang, seseorang bertanya, “nggak
pernah lihat sekarang mah, kemana aja?” pertanyaan itu masuk ke dalam hati
hingga bingung mau jawab apa. Pada dasarnya aku tidak kemana-kemana hanya waktu
hidup kita saja yang beda. Namun pertanyaan itu menjadi semacam renungan batin,
apakah separah ini hidupku sehingga ada orang yang bertanya seperti itu. Apakah
aku sudah menjadi manusia apatis yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Berpikir
lebih dalam lagi, sudah berapa pagi aku lewatkan, sudah berapa acara tidak aku
hadiri. Aku hanya sibuk sendiri dengan malam dan sepi. Hingga akhirnya rindu
kepada pagi datang menyapa.
Aku merindukan pagi yang penuh semangat
terpancar dari manusia lain, merindukan sarapan gorengan dan teh hangat, dan
rindu terhadap diriku yang mencari koran setiap pagi untuk mencari tulisan
opini yang bagus. Bahkan ada kalimat yang entah tiba-tiba aku baca, “Bangunlah
di pagi hari dan berpergianlah, lakukan aktifias apa pun maka akan kau temukan
banyak hal. Hal yang tidak hanya engkau pikirkan, tapi memang kau temukan di
semesta yang luas ini.” Sambil memikirkan kalimat itu aku mencoba cara lamaku
untuk menjernihkan pikiran dengan mendengarkan musik. Beberapa musik aku
terdengar tanpa rasa biasa saja, aku hanya menikmati musiknya tanpa mendalami
liriknya. Entah sudah berapa musik aku
dengar sampai bertemu dengan lagu ‘Lekas. karyanya Tulus. Kuselami
liriknya dan aku menyesal telah meninggalkan banyak pagi tanpa melakukan apa
pun. Ia mengajarkan aku untuk lebih menghargai waktu.
Mulai saat ini aku ingin bangun pagi dan melakukan
banyak hal entah apa pun itu. Meski begitu aku juga harus berterima kasih
kepada malam yang telah mengajarkan banyak hal. Kau tidak terlupa, tapi maaf
aku tak bisa menemanimu sampai larut pagi seperti tahun-tahun lalu. Mungkin
hanya sampai setengah saja aku menemanimu untuk kedepannya. Satu hal yang
penting kau akan menemaniku dalam berkarya bukan hanya sebatas bersenang-senang
dalam game yang bajingan. Saat ini sudah pukul satu lewat lima menit, aku pamit
dulu karena ingin berjumpa matahari terbit.
,
Cirebon, 2 Juni 2021, 01:05
Komentar
Posting Komentar