Catatan Malam Akhir Tahun

Baiklah, disini aku ingin menuliskan sesuatu. Usiaku sudah tidak lagi muda, ini lebih ke tua. Di ujung tahun ini aku masih bersyukur untuk beberapa hal.


Pertama, Keluarga

Setelah wisuda tepatnya aku bingung mau ngapain, ada beberapa tawaran wisuda S2 di beberapa tempat. Tetapi tidak tega melihat keluarga. Kemudian ada beberapa bulan aku berpikir harus bagaimana, melanjutkan mimpi ngambil S2 filsafat atau bahkan cari S1 sastra. Atau aku harus kembali ke keluarga, berbuat sesuatu untuk membahagiakan mereka.

 Tenaga mama sudah tak sekuat dulu, kesehatan mimi juga sering angin-anginan jatuh sakit. Aku berpikir aku harus punya penghasilan untuk setidaknya meringankan beban, memberikan apa yang mereka inginkan. 

Namun, setelah keputusanku untuk mementingkan keluarga tiba-tiba ada yang menasihati seperti ini, "apakah kebahagiaan orang tua itu tanggung jawabmu, apakah mereka tidak bisa bahagia sendiri, kemudian bagaimana dengan kebahagiaanmu. Bisa jadi mereka akan bahagia melihatmu melanjutkan kuliah S2. Mereka juga pasti akan terluka jika nanti mengetahui anaknya mengorbankan mimpinya yang sebenarnya sudah terbuka."

Aku sedikit goyah. Kemudian berserah. Namun akhirnya aku menjawab, "bahagiaku sekarang adalah melihat mereka bahagia."

Akhirnya aku serius jualan online, alhamdulillah ada hasilnya. Sedikit-sedikit aku mulai membelikan sesuatu yang orang tua ku inginkan, membelikan semprotan padi elektrik dan senang ketika mama bercerita, "sekarang kalau nyemprot padi jadi nggak begitu lelah. Nggak harus memompa pakai tangan, tinggal pencet. Terus juga nggak berat."

Kemudian membelikan mimi alat-alat dapur yang sudah lama mimi inginkan. Aku juga sedikit-sedikit memberikan uang bulanan. 

Aku paham uang bukan segalanya, setidaknya aku senang saja melihat mereka senyum. Aku menghormati kakak ku untuk meneruskan peran mama di masyarakat, biarkan aku membahagiakan orang tuaku dengan caraku sendiri.

Saat idul adha aku membeli dua kambing buat kedua orang tuaku berkurban. Sampai tetangga pada heran, "emang hamdan di pesantren kerja apa ya, sekarang sampai sukses gitu." Mendengar kata sukses aku nggak senang sama sekali, aku malah bingung sebenarnya sukses itu apa. Sampai hari ini aku hanya ingin membahagiakan keluarga ku, karena kalau bukan sekarang ya kapan lagi. Rencananya jika keuanganku stabil, aku ingin membahagiakan mereka dengan sesuatu yang lain juga, yang lebih berharga dari sekedar memberikan materi.

Awal tahun nanti, dengan uangku aku mengajak satu keluarga ziyaroh. Mama ingin tahun makam Wali songo dan Mbah Kholil madura, mimi merindukan Makam Gus Dur. Kata mimi semenjak dikasih hp sama ku ia sering mendengar sholawat gus dur di youtube.  

Selain berjualan online, aku tetap mengajar di pesantren, karena itu adalah kebahagian orang tuaku, terlebih mama. Ia sangat senang melihat anaknya dekat dengan ilmu agama, apalagi sampai mengajarkan. Karena aku sudah punya penghasilan sendiri, uang dari hasil ngajar aku serahkan ke orang tua. Aku bilang, "seperti kata mama, ngajar jangan mengharapkan gaji. Ini uang dari madrasah biar mama dan mimi saja yang menggunakan."

Kemudian aku juga tiba-tiba masuk ke dunia multimedia, belajar editing video. Sekarang dengan sedikit keahlianku di bidang itu, aku ingin membuat sesuatu untuk pesantren.


Kedua, Mimpiku

Bagaimana dengan mimpiku S2, bagaimana dengan jiwa menulisku. Ya aku masih menulis untuk beberapa media, bahkan jurnal. Tetapi kesibukanku mencari uang menghabiskan waktu menulisku. Ini emang terdengar seperti alasan. Tapi aku harus konsekuen dengan keputusan yang aku ambil. Sampai keuanganku stabil, aku akan lebih serius menulis. 

Untuk saat ini, aku hanya menulis beberapa supaya jiwa menulisku tak hilang. Maafkan. Ada beberapa tawaran untuk membukukan cerpen-cerpenku, tapi aku menolak. Karena setelah aku baca, beberapa cerpenku tidak jujur ia kelihatan berkhayal. Aku ingin ketika melahirkan karya adalah karya yang jujur yang aku tulis tanpa berpikir ini pembaca akan suka atau tidak.

Bagaimana dengan jaringanku, aku yang dulu aktif di berbagai organisasi tiba-tiba menjauh, banyak yang bertanya banyak juga uang mengajak kembali. 

Tapi aku sudah bulat, perjuanganku adalah keluarga. Pernah aku mencoba untuk menjalani semuanya, justru berantakan karena kelemahan ku. Maka aku harus memutuskan apa yang menjadi prioritas. Maafkan aku kawan, semoga kalian tetap solid dan berjuang.

Sekarang aku mulai menyempatkan waktu untuk menulis, itu hari sabtu. Aku luangkan waktu untuk bertemu teman-teman lama terutama teman organisasi, itu hari minggu. Selebihnya aku tetap mengumpulkan uang untuk keluargaku. Ini bukan pengorbanan, ini keinginanku sendiri. Aku tidak mengorbankan apapun, aku tidak merasa lelah. Karena ini adalah pilihanku sendiri.


Ketiga, Cinta

Kenapa aku menuliskan tentang cinta, karena ia bagian kehidupanku. Sampai hari ini aku masih nggak bisa mencintai seseorang dengan tulus seperti aku mencintai orang di masa lalu. Orang yang bahkan belum pernah menjadi pacarku. 

Aku sempat berpacaran dan mencintai dia dia dengan tulus juga, tapi dia justru meragukan ketulusanku hingga akhirnya aku melepasnya karena ia selalu meragukan ku. Ketika mendengar dia akan menikah aku bahagia, aku berharap merkea saling percaya tanpa sedikit ragu. Aku diundang ke pernikahannya, aku sudah berjalan setengah jalan menuju pernikahannya. Namun karena hujan tidak berhenti juga aku kembali putar arah. Aku tak mengabarinya, entah mengapa. Aku nggak mau dia tau aku kehujanan. Itu saja. Jika ia kecewa, tak apa, aku memang dari dulu lebih banyak mengecewakan dia dari pada membahagiakannya. Biar dia tau bahwa kini ia hanya harus bahagia dengan suaminya.

Bagaimana dengan orang di masa lalu, aku harus merelakannya setelah ia bilang naksir dengan seseorang, kakak kelasnya katanya. Baiklah aku kalah. Meski agak sesak mendengarnya tetapi ya bagaimana. Aku tak punya kesempatan. Terhalang jarak bukan masalah, tetapi seperti ada tembok besar yang menghalangiku untuk menjadi pacarnya. Tetapi, sungguh aku tak membencinya, gimana ya. Aku tak mungkin membenci dia karena apa yang sudah ia lakukan di masa lalu adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Bodoh rasanya jika aku kecewa karena situasi ini. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Aku ingin bertemu, ya. Aku ingin diskusi bersama lagi, ya. Kapan? Aku serahkan kepada semesta. Aku tak ingin memaksa, apalagi membuat dia tak nyaman.

Kemudian aku mengenal perempuan lain, ia tidak baru tetapi baru-baru ini aku melihat ada perasaan. Namun nyatanya itu pudar, aku tidak bisa meyakinkan dia, hingga aku pun tidak yakin untuk meyakinkan dia. Lalu bagaimana, entahlah aku tidak berharap apa saat ini untuk urusan cinta. Aku hanya merasa ia tidak membukakan pintu.

Karena pintu tertutup, aku berfikir semesta memberikan kesempatanku untuk fokus membahagiakan keluarga dan orang-orang di sekitarku.

"kamu sudah saatnya loh cari pasangan." Kalimat seperti itu yang selalu membuatku gelisah, namun kembali lagi aku menyibukan diri dengan mencari uang untuk tak memikirkan itu. Tetapi hati tetaplah hati.

Saat malam tiba, saat semua terlelap tak ada yang kerja, aku selalu menangis. "Apakah ini karma karena aku mencintai orang yang salah di masa lalu." "Salahkah aku mencintainya." Sudahlah aku ingin tidak merasa bersalah, dia juga tidak salah. Sama sekali tidak salah. Meski aku yang salah, tetapi menyalahkan diri sendiri terus-terusan adalah kesalahan. Maka aku sepakat itu adalah pelajaran. Semoga dia baik-baik saja. Masih komunikasi dengan dia meski tak sering juga aku sudah lega, setidaknya kita baik-baik saja tidak saling menyalahkan dan merasa bersalah. Karena memang seperti itu. Aku mencintaimu di masa lalu, dan maaf aku belum bisa untuk tidak mencintaimu seutuhnya. Namun kamu tak perlu khawatir, aku baik-baik saja, sungguh. Aku sedang sibuk membuat keluargaku bahagia. Dan tentang pesanmu "menulislah untuk siapapun itu." Masih aku pegang, sampai kapan pun.


Malam ini 2021 akan pergi, terima kasih.

Sepertinya 2022 aku sudah siap menerbitkan karya sastraku. Semoga.

Tulisan ini juga aku buat dengan jujur, aku tak ingin berkhayal dalam menulis. Dibaca atau tidak, itu bukan urusanku. Aku hanya ingin tetap menulis untuk siapa pun itu, meski hanya untuk diriku sendiri. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Cara Jatuh Cinta Pada Buku

Ketika Sepi

Introspeksi