Memaknai Pemberian Semesta

Satu Januari 2022, aku ingin memulai kembali kehidupan-kehidupan yang telah aku diamkan sebentar. Bangun pagi karena sudah ada janji dengan beberapa teman, mengunjungi seseorang yang sudah seperti kakak yang mengajarkan aku apa itu pengabdian.

Jam 8 baru bangun, berserah kepada Tuhan, maaf aku terlambat.

Kirim whatsapp bertanya kepada satu teman, “Hari ini jadi kan?” iya jawab sedang lembur di sekolah, teman yang lain sedang ada acara dengan keluarganya. Menyebalkan, setidaknya mereka memberi kabar kemarin atau tadi malam deh, atau lebih paling tidak berkabar sebelum aku bertanya.

Ini penyakit lama, aku kalau sudah punya janji selalu tidak punya rencana bagaimana kalau janji itu batal. Karena apa, karena aku selalu berusaha memperjuangkan apa yang sudah direncanakan. Sering aku marah dengan orang yang menggagalkan begitu saja, Cuma tak ada gunanya. Jadi aku balas saja pesan itu singkat, “kenapa nggak berkabar sebelumnya.” Kemudian sudah nggak mood lagi untuk berbalas whatsapp. Apapun alasannya aku nggak bisa marah kepada siapa-siapa.

Mimi bertanya, “jadi pergi?” aku jawab nggak jadi.

Masa iya aku tidur lagi, sudahlah aku pergi dari rumah. Aku cari kegiatan lain. Pada akhirnya aku buka laptop membuat tulisan ini dengan beberapa lagu dari youtube.  Sebelumnya aku tak pernah menulis di pagi hari. Aku coba menulis beberapa cerpen, karena tahun ini aku ingin 10 cerpen lahir dalam satu buku. Sudah ada 4 yang aku rasa sudah layak, sebenarnya ada puluhan cerpen di laptop, tapi hanya 4 yang aku rasa sangat tulus. Aku ingin 6 cerpenku lagi ditulis dengan tulus. Supaya aku tak menyesal di kemudian hari.

Menulis cerpen selalu aku lakukan di malam hari, karena itu waktu nyamanku menulis. Jadi pagi ini aku menuliskan saja sesuatu untuk blog ini. Tulisan semacam dokumentasi apa yang telah aku lakukan sejauh ini. Tulisan yang nantinya aku yakin bisa menjadi pengingat aku untuk tetap melangkah.

Kumpulan cerpen tak akan aku muat lagi di blog ini, supaya ia terasa benar-benar lahir begitu hadir. Blog ini aku harap lebih aktif lagi dengan beberapa tulisan ke depannya. Aku hanya ingin bercerita saja, menuangkan beban yang ada di pikiran. Menulis tanpa berpikir ini bagus atau tidak.

Aku akan terus menulis untuk siapa pun itu, meski hanya untuk diri sendiri.

………….

Hari ini aku ingin menulis tentang pengalaman aku memaknai pemberian semesta. Aku bersyukur banget semesta sedang baik akhir-akhir ini. Aku bingung ini kenapa, apa karena segala usaha yang aku lakukan, atau karena hal lain.

Pertanyaan selanjutnya bagaimana aku menggunakan pemberian semesta ini. Aku bertanya kepada beberapa orang, mereka menjawab itu hasil kerja kerasku selama ini, bahkan sampai meninggalkan dunia lainnya. Oke fine jika seperti itu, tetapi kenapa baru sekarang-sekarang, bukan kah aku sudah berusaha dari dulu. Apa ada yang salah atau kurang dengan usahaku sebelumnya.

Aku bertanya lagi, seseorang menjawab “yang lebih penting untuk saat ini adalah bersyukur.” Bagaimana caraku bersyukur. Ia menjawab “berterima kasih kepada semesta.” Hanya dengan ucapankah, atau harus ada sesuatu yang aku lakukan. Kemudian ia menjawab, “berterima kasih dan jadikan pemberian itu menjadi sesuatu yang bermanfaat.”

Seseorang yang lain memberikan nasihat, “kau jaga pemberian semesta itu untuk masa depanmu.” Aku bertanya apakah semesta tidak akan memberikan kepadaku di masa depan. Ia jawa “untuk jaga-jaga.” Aku bahkan tidak tahu kehidupan masa depan, bijak tidak menyimpan pemberian semesta hari ini untuk masa depan. Apakah seperti itu hanya akan terlihat seolah aku ragu dengan pemberian semesta di masa depan. Bukankah ia akan terus hadir dan ada.

Kemudian aku bertemu dengan nasihat yang aku rasa sangat bagus, “misal seperti ini, aku memberimu uang 100.000 terus aku melihatmu menggunakan uang itu dengan baik, uang itu bisa membantumu bahkan yang lainnya, maka aku akan sangat senang. Dan aku akan memberikan yang lain lagi.”

Terus aku bertanya bagaimana jika aku menyimpannya, “simpanlah secukupnya. Aku akan sangat sedih melihat kamu kelaparan padahal sudah aku kasih 100.000.”

“Jika uang 100.000 ku bisa membuatmu melakukan sesuatu maka lakukanlah, karena kesempatan berbuat baik jangan ditunda. Kamu tidak tahu kan apakah aku akan memberimu lagi. Maka selagi aku beri, alangkah baiknya kau gunakan dengan bijak. Jangan hanya kau simpan karena ketakutanmu dengan masa yang belum terjadi.” Ia menasihati ku seperti itu. Aku sepakat.

“Matematika semesta itu berbeda dengan hitungan manusia,” katanya menambahkan.

Maka hari ini aku akan berusaha menggunakan pemberian semesta sebijak mungkin, untuk masa depan aku akan terus berjuang sehingga semesta tidak ragu memberinya lagi. Jika pun ia memberi tidak sesuai yang aku harapkan, maka setidaknya aku masih bisa tersenyum karena sudah melakukan hal-hal baik.

Bukankah setiap ada tantangan pasti ada solusi, entah tantangan apa di masa depan aku hanya harus yakin ada solusinya dan tetap berusaha. Bukankah di balik kesusahan ada banyak kemudahan. Bukankah kita harus berani bersusah diri untuk mendapatkan kemudahan di kemudian hari.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Cara Jatuh Cinta Pada Buku

Ketika Sepi

Introspeksi